Indonesia dan Singapura bersepakat untuk menyelesaikan masalah pengiriman limbah berbahaya dan beracun ke Indonesia dari Singapura. Singapura bersetuju untuk mengijinkan pengiriman kembali limbah berbahaya dan beracun dari Batam ke Singapura. Demikian salah satu isi penting kesepakatan yang tertuang dalam Pernyataan Pers Bersama Indonesia dan Singapura di Jenewa, 11 Mei 2005. Singapura akan mencabut larangan pengiriman kembali yang sebelumnya diterapkan segera setelah dikeluarkannya pernyataan bersama ini. Kedua belah pihak sepakat untuk segera memulai proses pemulangan limbah berbahaya dan beracun termaksud ke Singapura dalam jangka waktu satu minggu.
Butir-butir kesepakatan dalam Pernyataan Pers Bersama tersebut dicapai sebagai hasil perundingan delegasi Indonesia dan Singapura di Jenewa 10-11 Mei 2005 melalui jasa baik Kantor Sekretariat Konvensi Basel. Konvensi Basel adalah kanvensi yang mengawasi perpindahan lintas batas limbah berbahaya dan beracun. Konvensi ini berlaku sejak tahun 1992. Baik Indonesia maupun Singapura merupakan Negara pihak dari Konvensi Basel. Perselisihan tersebut dipicu oleh ekspor limbah berbahaya dan beracun oleh pengusaha Singapura dan Indonesia dari Singapura tanggal 27 Juli 2004 dan tiba di Pulau Galang Baru, Batam, Indonesia tanggal 28 Juli 2004. Pemerintah Indonesia mengajukan keberatan kepada Pemerintah Singapura dan serangkaian perundingan bilateral telah dilakukan namun menemukan jalan buntu karena perbedaan hukum kedua negara mengenai limbah berbahaya dan beracun. Perundingan akhirnya berlanjut di Jenewa dengan memanfaatkan jasa baik Kantor Sekretariat Konvensi Basel yang bermarkas di kota tersebut.
Delegasi Indonesia dalam perundingan selama dua hari tersebut dipimpin oleh Qubes Eddi Hariyadhiyang juga Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa dengan anggota dari unsur Deplu, Kementerian Lingkungan Hidup, dan PTRI Jenewa. Sementara Singapura dipimpin oleh Mr. Loh Ah Tuan, Direktur-Jenderal Perlindungan Lingkungan, National Environment Agency dengan beranggotakan unsur National Environment Agency Kementrian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Sumber Daya Air, Kejaksaaan Agung, dan dua pakar hukum professional dari London.
Perundingan berlangsung sangat alot mengingat adanya perbedaan interpretasi berbagai aturan Konvensi Basel, Singapura berargumen bahwa material yang dikirim ke Batam tersebut bukan limbah berbahaya dan beracun berdasarkan hukum Singapura. Sebaliknya Indonesia menyatakan material tersebut merupakan limbah berbahaya dan beracun menurut hukum Indonesia. Keduanya bersepakat bahwa dalam hal ini Singapura telah bertindak sesuai dengan hukum Singapura, dan tidak melanggar ketentuan Konvensi Basel. Dengan kesepakatan ini, dan pengembalian limbah ke Singapura, diharapkan hal serupa tidak terjadi lagi. Untuk itu, kedua pihak bersepakat untuk mencegah timbulnya masalah serupa di kemudian hari melalui forum kerjasama teknis di bawah Indonesia-Singapore Joint Working Group on Environment (ISWG) Jenewa, 12 Mei 2005.
Butir-butir kesepakatan dalam Pernyataan Pers Bersama tersebut dicapai sebagai hasil perundingan delegasi Indonesia dan Singapura di Jenewa 10-11 Mei 2005 melalui jasa baik Kantor Sekretariat Konvensi Basel. Konvensi Basel adalah kanvensi yang mengawasi perpindahan lintas batas limbah berbahaya dan beracun. Konvensi ini berlaku sejak tahun 1992. Baik Indonesia maupun Singapura merupakan Negara pihak dari Konvensi Basel. Perselisihan tersebut dipicu oleh ekspor limbah berbahaya dan beracun oleh pengusaha Singapura dan Indonesia dari Singapura tanggal 27 Juli 2004 dan tiba di Pulau Galang Baru, Batam, Indonesia tanggal 28 Juli 2004. Pemerintah Indonesia mengajukan keberatan kepada Pemerintah Singapura dan serangkaian perundingan bilateral telah dilakukan namun menemukan jalan buntu karena perbedaan hukum kedua negara mengenai limbah berbahaya dan beracun. Perundingan akhirnya berlanjut di Jenewa dengan memanfaatkan jasa baik Kantor Sekretariat Konvensi Basel yang bermarkas di kota tersebut.
Delegasi Indonesia dalam perundingan selama dua hari tersebut dipimpin oleh Qubes Eddi Hariyadhiyang juga Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa dengan anggota dari unsur Deplu, Kementerian Lingkungan Hidup, dan PTRI Jenewa. Sementara Singapura dipimpin oleh Mr. Loh Ah Tuan, Direktur-Jenderal Perlindungan Lingkungan, National Environment Agency dengan beranggotakan unsur National Environment Agency Kementrian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Sumber Daya Air, Kejaksaaan Agung, dan dua pakar hukum professional dari London.
Perundingan berlangsung sangat alot mengingat adanya perbedaan interpretasi berbagai aturan Konvensi Basel, Singapura berargumen bahwa material yang dikirim ke Batam tersebut bukan limbah berbahaya dan beracun berdasarkan hukum Singapura. Sebaliknya Indonesia menyatakan material tersebut merupakan limbah berbahaya dan beracun menurut hukum Indonesia. Keduanya bersepakat bahwa dalam hal ini Singapura telah bertindak sesuai dengan hukum Singapura, dan tidak melanggar ketentuan Konvensi Basel. Dengan kesepakatan ini, dan pengembalian limbah ke Singapura, diharapkan hal serupa tidak terjadi lagi. Untuk itu, kedua pihak bersepakat untuk mencegah timbulnya masalah serupa di kemudian hari melalui forum kerjasama teknis di bawah Indonesia-Singapore Joint Working Group on Environment (ISWG) Jenewa, 12 Mei 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar