Sabtu, 15 Mei 2010

MASALAH PENGIRIMAN LIMBAH SINGAPURA KE INDONESIA

Indonesia dan Singapura bersepakat untuk menyelesaikan masalah pengiriman limbah berbahaya dan beracun ke Indonesia dari Singapura. Singapura bersetuju untuk mengijinkan pengiriman kembali limbah berbahaya dan beracun dari Batam ke Singapura. Demikian salah satu isi penting kesepakatan yang tertuang dalam Pernyataan Pers Bersama Indonesia dan Singapura di Jenewa, 11 Mei 2005. Singapura akan mencabut larangan pengiriman kembali yang sebelumnya diterapkan segera setelah dikeluarkannya pernyataan bersama ini. Kedua belah pihak sepakat untuk segera memulai proses pemulangan limbah berbahaya dan beracun termaksud ke Singapura dalam jangka waktu satu minggu.
Butir-butir kesepakatan dalam Pernyataan Pers Bersama tersebut dicapai sebagai hasil perundingan delegasi Indonesia dan Singapura di Jenewa 10-11 Mei 2005 melalui jasa baik Kantor Sekretariat Konvensi Basel. Konvensi Basel adalah kanvensi yang mengawasi perpindahan lintas batas limbah berbahaya dan beracun. Konvensi ini berlaku sejak tahun 1992. Baik Indonesia maupun Singapura merupakan Negara pihak dari Konvensi Basel. Perselisihan tersebut dipicu oleh ekspor limbah berbahaya dan beracun oleh pengusaha Singapura dan Indonesia dari Singapura tanggal 27 Juli 2004 dan tiba di Pulau Galang Baru, Batam, Indonesia tanggal 28 Juli 2004. Pemerintah Indonesia mengajukan keberatan kepada Pemerintah Singapura dan serangkaian perundingan bilateral telah dilakukan namun menemukan jalan buntu karena perbedaan hukum kedua negara mengenai limbah berbahaya dan beracun. Perundingan akhirnya berlanjut di Jenewa dengan memanfaatkan jasa baik Kantor Sekretariat Konvensi Basel yang bermarkas di kota tersebut.
Delegasi Indonesia dalam perundingan selama dua hari tersebut dipimpin oleh Qubes Eddi Hariyadhiyang juga Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa dengan anggota dari unsur Deplu, Kementerian Lingkungan Hidup, dan PTRI Jenewa. Sementara Singapura dipimpin oleh Mr. Loh Ah Tuan, Direktur-Jenderal Perlindungan Lingkungan, National Environment Agency dengan beranggotakan unsur National Environment Agency Kementrian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Sumber Daya Air, Kejaksaaan Agung, dan dua pakar hukum professional dari London.
Perundingan berlangsung sangat alot mengingat adanya perbedaan interpretasi berbagai aturan Konvensi Basel, Singapura berargumen bahwa material yang dikirim ke Batam tersebut bukan limbah berbahaya dan beracun berdasarkan hukum Singapura. Sebaliknya Indonesia menyatakan material tersebut merupakan limbah berbahaya dan beracun menurut hukum Indonesia. Keduanya bersepakat bahwa dalam hal ini Singapura telah bertindak sesuai dengan hukum Singapura, dan tidak melanggar ketentuan Konvensi Basel. Dengan kesepakatan ini, dan pengembalian limbah ke Singapura, diharapkan hal serupa tidak terjadi lagi. Untuk itu, kedua pihak bersepakat untuk mencegah timbulnya masalah serupa di kemudian hari melalui forum kerjasama teknis di bawah Indonesia-Singapore Joint Working Group on Environment (ISWG) Jenewa, 12 Mei 2005.


SEJARAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P.Pongok, P. Mendanau dan P.Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatra Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antaretnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkal Pinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Pj.Gubernur yakni H.Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas roda pemerintahan provinsi.

Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh selat Karimata. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatera Selatan.

Jumat, 14 Mei 2010

Perjanjian Batas Wilayah Indonesia dengan Negara Tetangga

Perjanjian internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara, bilateral perjanjian yang lebih dari dua negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara sahabat dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik di antaranya dengan negara sahabat Malaysia, Thailand, Australia dan India.

Ø Perjanjian RI dan Malaysia
1. Penetapan batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan
2. Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969
3. Berlaku mulai 7 November 1969

Ø Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand
1. Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut andaman
2. Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971
3. Berlaku mulai 7 April 1972

Ø Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand
1. Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara
2. Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971
3. Berlaku mulai 16 Juli 1973

Ø Perjanjian RI dengan Australia
1. Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian / Papua
2. Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
3. Berlaku mulai 19 November 1973

Ø Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya)
1. Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru
2. Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
3. Berlaku mulai 9 Oktober 1972

Ø Perjanjian RI dengan India
1. Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar
2. Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974
3. Berlaku mulai 8 Agustus 1974

Sejarah Perbatasan Indonesia Malaysia

Indonesia dan Malaysia adalah sepasang negeri jiran yang sebelum diperkenalkannya konsep negara modern (pasca perjanjian Westphalia 1648) tak mengenal batas-batas fisik maupun batas-batas kultural. Era kolonialisme Eropa Barat dikedua negara dilanjutkan dengan lahirnya negara modern Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan Malaysia pada 31 Agustus 1957 berkonsekwensi terciptanya garis demarkasi antara kedua negara yang kemudian disebut sebagai perbatasan. Perbatasan dalam artian fisik kemudian tercipta di sepanjang pulau Kalimantan sejauh 2004 kilometer (yang merupakan perbatasan fisik terpanjang Indonesia dengan negara lain) dan perbatasan laut di sepanjang Selat Malaka, Laut China Selatan, dan Laut Sulawesi.
Namun, berbeda dengan batas fisik, batas kultural antara Indonesia dan Malaysia tak pernah jelas, dan tidak hanya dengan Malaysia, dengan Brunei Darussalam, Thailand Selatan dan Philippina Selatan-pun bangsa Indonesia memiliki kesamaan kultural karena berasal dari rumpun etnolinguistik yang sama yaitu Austronesia (Malayo Polynesia). Sehingga memiliki akar bahasa yang nyaris sama, dan pengalaman sejarah yang hampir sama, yaitu sempat berada di bawah kesultanan-kesultanan Islam sebelum mengalami penjajahan Eropa Barat (terkecuali untuk Thailand Selatan). Tak heran beberapa kesenian khas Indonesia seperti wayang ataupun seni batik mudah juga ditemukan di Malaysia maupun Thailand Selatan dan Brunei Darussalam.
Barangkali masalah perbatasan fisik antara Indonesia-Malaysia tak mengemukakan kalau saja belakangan tak terjadi sengketa pulau Sipadan dan Ligitan (yang akhirnya dimenangkan oleh Malaysia melalui keputusan Mahkamah Internasional pada tahun2002) dan blok laut Ambalat di Laut Sulawesi. Juga, dengan terjadinya beberapa persoalan krusial seperti buruh imigran tak terdokumentasi (undocumented migrant workers), pembalakan hutan (illegal logging), penyelundupan (smuggling) dan human trafficking, ketertinggalan pembangunan, ketegangan di perbatasan dan belakangan adalah masalah terorisme transnasional (transnational terrorism) yang mengusik kestabilan di wilayah perbatasan.